Kalau anda lihat sekilas gambar disamping, mungkin anda akan merasa sedikit geli melihat ekspresi polah tingkahnya pemerintah kita saat ini. sebetulnya masih banyak sekali jalan yang masih bisa ditempuh pemerintah agar harga BBM tidak naik. Kata-kata yang sering dilontarkan bahwa "APBN kita tidak aman", atau "pemerintah tidak ada pilihan lain", menurut saya sangatlah perlu dipertanyakan kebenarannya. Kalau terjadi kenaikan BBM dunia, kemudian dikatakan APBN kita runtuh, menurut saya ini nonsense, tidak masuk akal. APBN kita yang jumlahnya Rp.900 triliun, apa mungkin angka 23 triliun bisa merobohkan angka 900 triliun ? ibarat rumah, paling juga terasnya saja yang tertunda pelaksanaannya. Disinilah pemerintah mesti kreatif, bukankah masih banyak pos-pos di APBN yang masih bisa diutak-atik? Disisi lain, bukankah ekspor BBM juga surplus..??
Tolong pemerintah, jangan buat kesalahan lagi. Lihatlah kemiskinan yang makin merajalela. Lihatlah mereka yang sudah mati bunuh diri akibat dihimpit kemiskinan, jumlahnya tidak sedikit. Mulai dari ibu yang mati bersama anak-anaknya di Malang, ibu hamil yang mati bersama bayi yang dikandungnya akibat tidak makan 3 hari di Makassar, ibu yang bunuh diri di Surabaya karena tidak punya uang buat beli susu untuk anaknya, seorang Ayah yang meracuni kedua anaknya di Tegal karena tidak tahan selalu hidup dalam kemiskinan, dst,dst.
Kalau sekarang pemerintah tetap ngotot menaikkan BBM, mungkin kemiskinan akan makin merajalela, dan bakal banyak lagi korban yang akan berjatuhan, dari yang mati karena kelaparan sampai yang mati karena bunuh diri, sangat menyedihkan. Kebijakan ini telah membunuh rakyat secara perlahan-lahan.
Bantuan Langsung Tunai (BLT), mirip permen yang diberikan agar rakyat jangan rewel, tetapi tidak ada esensi yang berarti karena apalah gunanya BLT kalau harga barang kebutuhan naik semua. BLT paling cuma 1 tahun, tetapi derita rakyat akibat harga barang yang naik, bukan cuma 1 tahun, tetapi bisa selamanya, dan itu akan dirasakan secara merata oleh rakyat bangsa ini. Uang semakin susah didapat, tetapi setelah didapat nilainya sudah sangat menurun, uang 5000 rupiah di tahun 2005 lalu, mungkin nilai valuenya sudah tinggal 2500 rupiah di waktu sekarang ini. Lalu apa ini harus terjadi lagi? Hitungan matematis apa yang dipakai pemerintah? Kok memilih menyelamatkan subsidi BBM puluhan triliun, tetapi membebankan kerugian ratusan triliun ke pundak rakyat, sebagai efek berantai akibat naiknya BBM, yaitu melonjaknya harga disemua lini kebutuhan hidup? Negara ini milik rakyat atau milik segelintir orang dalam pemerintahan saja sih..??
Saya hanya ingin mengingatkan,ada tertulis dalam konstitusi kita bahwa pemegang kekuasaan hendaknya mampu mengelola kekayaan alam yang ada, dan mempergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bukan malah jatah yang untuk rakyat justru diberikan yang sekecil-kecilnya seperti sekarang ini. Untuk nilai 23 triliun yang mau dicabut, nilainya sangat kecil dibanding yang dikorupsi Adelin Lis, tersangka penjarah hutan yang konon mencapai 200 triliun, ataupun yang dibawa kabur keluar negeri oleh penjahat berdasi dalam kasus BLBI yang konon mencapai 800-an triliun. Ironis kalau dibandingkan dengan 23 triliun yang mau ditiadakan, padahal ini benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat.
Sebetulnya masih banyak langkah yang bisa ditempuh pemerintah agar BBM tidak naik. Langkah pertama, pemerintah mesti menganalisis kejadian tahun 2005,2006,2007, ketika itu APBN tidak habis diserap, alias penyerapan APBN lambat (ironisnya untuk BBM yang pasti habis diserap malah dicabut), sektor-sektor mana saja, yang lambat penyerapannya, bisa dijadikan acuan, bisa direvisi, dikurangi pengalokasiannya..
Langkah kedua, memilah-milah sektor dalam APBN yang tidak bersentuhan langsung dengan rakyat agar dikurangi alokasinya, seperti gedung-gedung mewah, mobil mewah,perjalanan dinas yang mubazir, dll yang sejenis tentu masih fleksibel untuk direvisi. karena apa guna sektor tersebut dipertahankan kalau rakyat mati kelaparan..??
Langkah ketiga, ini yang sangat esensial sebagai pemecahan masalah, tetapi seolah tidak disadari, dibalik posisi minus di segi impor BBM akibat naiknya BBM dunia, tetapi kita lupa mengakui surplus disisi ekspor. Nah,surplus disisi ekspor ini wajib dipakai untuk menutup minus disektor impor. Perkara hasil ekspor belum bisa langsung didapatkan, tentu kita bisa melakukan pinjaman terlebih dahulu, dan ini bukan BOM waktu, karena instrumen untuk membayarnya tersedia, yaitu surplus atas ekspor BBM, karena minus dan surplus ekspor-impor migas kita terjadi pada waktu yang relatif sama. Dengan menerapkan 3 langkah seperti saya sebutkan diatas, Insya Alloh pemerintah sudah punya dasar untuk membatalkan rencana kenaikan BBM, tetapi ini kembali lagi kepada pemerintah kita, mampu memandang permasalahan secara makro, baik dari segi ekonomi secara global maupun falsafah kehidupan negara atau tidak..??
Langkah keempat, adalah untuk kedepan, pemerintah mesti membenahi sistem ekspoe-impor migas, kalau bisa ekspor, kenapa kita harus impor baran yang sama, yaitu BBM..?? Bukankah banyak celah kejahatan dimungkinkan untuk terjadi, seperti penyelundupan terselubung ketika ekspor dan permainan harga dengan traider minyak dunia yang sulit terdeteksi ketika kita impor..?? Jadi kedepan, pemerintah mesti meningkatkan instrumen produksi minyak dalam negeri sehingga untuk kebutuhan minyak dalam negeri tercukupi, kita tidak perlu impor lagi, karena impor minyak dari luar tentu banyak mengandung kelemahan, termasuk bila BBM dunia naik, nanti dijadikan alasan lagi oleh pemerintah untuk mengatakan bahwa subsidi impor membengkak,dsb.
Namun yang tidak fair, surplus atas ekspor seolah ditutupi. Sebagai negara yang kaya akan minyak, apalagi terhimpit kemiskinan, bahkan mati kelaparan dan bunuh diri gara-gara disuruh " urunan " atau dijadikan tumbal, guna menutup kekurangan subsidi BBM. Sangatlah ironis, mengecewakan, dan menyedihkan...
Selasa, 27 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar